OTT Ingin Dihapus oleh Calon Pimpinan dan Dewas KPK Saat Fit & Proper Test, Pukat UGM: “Sesat Pikir”

INDONESIANEWS.ID, JAKARTA — Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman menilai, pernyataan calon pimpinan dan anggota dewan pengawas KPK yang hendak meniadakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) merupakan sesat pikir.  

Menurut Zaenur, gagasan tersebut disampaikan hanya untuk menyenangkan anggota Komisi III DPR yang tengah menguji mereka. 

“Saya lihat ini adalah sesat pikir, sekadar ingin mengambil hati dan menyenangkan anggota DPR. Anggota DPR itu paling takut sama OTT,” kata Zaenur saat dihubungi, Kamis (21/11/2024). 

Zaenur mengatakan, istilah Operasi Tangkap Tangan (OTT) memang tidak ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun, OTT itu adalah istilah populer. 

Ia mengatakan, dalam KUHAP disebutkan bahwa tangkap tangan adalah penangkapan yang dilakukan setelah terjadinya tindak pidana korupsi. 

“KPK melakukan persiapan, mengumpulkan informasi, menyiapkan tim, kemudian melakukan pengamatan. Kalau memang terjadi transaksi kemudian dilakukan tangkap tangan. Jadi operasi itu istilah populer, bukan istilah hukum,” ujarnya. 

Sebelumnya, salah satu calon pimpinan KPK Johanis Tanak mengaku ingin meniadakan operasi tangkap tangan (OTT) seandainya terpilih sebagai ketua KPK. Hal itu ia sampaikan dalam sesi tanya jawab pada uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di Komisi III DPR RI, Selasa (19/11/2024). 

“Seandainya saya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close, karena itu (OTT) tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP,” kata dia di hadapan anggota Dewan. 

Pernyataan calon pimpinan KPK petahana itu langsung disambut dengan riuh tepuk tangan para anggota Komisi III seisi ruangan.   

Salah satu calon anggota Dewas KPK yakni Wisnu Baroto, mengaku berpikiran sama dengan Johanis Tanak tentang tidak perlunya lagi OTT KPK. Namun, ia tidak melihatnya dari sisi legalitas. 

Menurut dia, OTT yang selama ini dilakukan KPK tak lagi relevan dengan pemberantasan korupsi. Penyidik KPK, menurut dia, harus mampu menganalisis dan mendeteksi kasus korupsi yang besar dan melibatkan organ strategis bangsa. 

“Dengan berkembangnya modus kejahatan yang canggih, beragam, dan berskala besar, maka metode OTT tidak lagi mumpuni untuk memerangi hal tersebut,” tutur Staf Ahli Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum. 

Sebagai informasi, DPR RI sedang melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test untuk calon pimpinan KPK dan calon anggota Dewas KPK selama empat hari, mulai Senin (18/11/2024) hingga Kamis (21/11/2024). 

Sebanyak 10 orang calon pimpinan KPK dan 10 orang calon anggota Dewas KPK berpartisipasi dalam uji kelayakan ini. DPR akan memilih lima orang pimpinan KPK dan lima orang anggota Dewas KPK yang akan menjabat selama lima tahun ke depan.

Redaksi
Author: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *